Pengertian Bioflok
Bioflok berasal dari dua kata yaitu Bio “kehidupan” dan Flok “gumpalan”. Sehingga bioflok dapat diartikan sebagai bahan organik hidup yang menyatu menjadi gumpalan-gumpalan. Gumpalan tersebut terdiri dari berbagai mikroorganisme air termasuk bakteri, algae, fungi, protozoa, metazoa, rotifera, nematoda, gastrotricha dan organisme lain yang tersuspensi dengan detritus. Bioflok merupakan flok atau gumpalan-gumpalan kecil yang tersusun dari sekumpulan mikroorganisme hidup yang melayang-layang di air. Teknologi bioflok adalah teknologi yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk flok. Aplikasi BFT (Bio Floc Technology) banyak diaplikasikan disistem pengolahan air limbah industri dan mulai diterapkan di sistem pengolahan air media aquakultur (Maulina, 2009).
Bioflok merupakan kumpulan berbagai jenis mikroorganisme (bakteri pembentuk flok, bakteri filamen, fungi), partikel-partikel tersuspensi, berbagai koloid dan polimer organik, berbagai kation dan sel-sel mati. Pada bioflok bakteri memiliki peran yang sangat dominan sebagai organisme heterotrof dan menghasilkan polyhydroxy alkanoat sebagai pembentuk ikatan bioflok. Pembentukan bioflok oleh bakteri terutama bakteri heterotrof drcsrs umum bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien, menghindari stres lingkungan dan predasi (de Schryver et al., 2008).
Bioflok adalah pemanfaatan bakteri pembentuk flok (flocs forming bacteria) untuk pengolahan limbah. Tidak semua bakteri dapat membentuk bioflok di dalam perairan, seperti dari genera Bacillus hanya dua spesies yang mampu membentuk bioflok. Salah satu ciri khas bakteri pembentuk bioflok adalah kemampuannya untuk mensintesa senyawa Polihidroksi alkanoat (PHA) terutama yang spesifik seperti poli β-hidroksi butirat. Senyawa ini diperlukan sebagai bahan polimer untuk pembentukan ikatan polimer antara sebstansi pembentuk bioflok (Aiyushirota, 2009).
Pembuatan Bioflok
Pada pengolahan limbah cair industri biasanya dosis awal penambahan Bioflock booster sekitar 200 ppm setiap hari selama 1‐2 minggu berturut turut, selanjutnya ketika COD/BOD sudah turun, seiring penambahan massa sludge/”bioflocs” terjadi (mencapai volume SSV 200 ke atas. Penambahan Bioflock booster dilakukan 1kali seminggu saja dengan dosis 100 ppm. Pada budidaya udang (shrimp aquaculture) penambahan Bioflock booster dapat dilakukan plate 3‐5 ppm per hari sejak pertama masuk air hingga menjelang panen, atau dapat menerapkan dosis lebih besar di 30 hari pertama budidaya dan selanjutnya dengan dosis normal 3‐5 ppm pasca 30 hari pertama untuk mempercepat pembentukan bioflok. Pada pengolahan limbah industri yang sedikit menggunakan bahan organik, seperti limbah tekstil, logam, pabrik gas ammonia, pabrik pupuk kimia, ditambahkan sumber karbon tambahan berupa molase, tepung kanji/tapioka, gula pasir, urea dan TSP untuk pemupukan bakteri nitrifikasi. Untuk Industri yang berbasis pengolahan bahan organik tentu tidak diperlukan, seperti pabrik gula, pabrik tapioka, pengolahan ikan, bahan makanan (Aiyushirota, 2009).
Pembibitan bioflok skala kecil dilakukan secara in door, dalam wadah fermentasi tertentu baik dalam drum atau bak fiber. Tambahkan ke dalam air bersih ( tawar atau asin ) pakan udang dengan konsentrasi 1% , berikut 1% nutrien bakteri yang berupa campuran buffer pH, osmoregulator berupa garam isotonik, vitamin B1, B6, B12 , hormon pembelahan sel dan prekursor aktif yang merangsang bakteri untuk mengeluarkan secara intensif enzim, metabolit sekunder dan bakteriosin selama fermentasi berlangsung (nutrient Bacillus spp.) serta bibit bakteri baik dari isolat lokal atau bakteri produk komersil berbasis Bacillus spp. yang pasti diketahui mengandung paling tidak Bacillus subtilis, sebagai salah satu bakteri 15 pembentuk bioflok. Campuran diaerasi dan diaduk selama 24‐48 jam, diusahakan pH bertahan antara 6,0 ‐7,2 sehingga Bacillus tetap dalam fasa vegetatifnya, bukan dalam bentuk spora dan PHA tidak terhidolisis oleh asam, sehingga ukuran partikel bioflok yang dihasilkan berukuran besar, paling tidak berukuran sekitar 100 μm (Wiryanta et al., 2010).
Bakteri Pembentuk Bioflok
Pada sistem bioflok, bakteri berperan dominan sebagai organisme heterotrof yang menghasilkan polyhydroxy alkanoat yang berguna dalam pembentuk ikatan bioflok (Avnimelech, 2009). Pertumbuhan bakteri heterotrof dipengaruhi oleh adanya kandungan karbon organikyang terlarut dalam air. Unsur karbon organic akan mengikat nitrogen anorganik yang dapat digunakan untuk pertumbuhan sel bakteri heterotrof. Immobilisasi ammonia oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat daripada denganbakteri nitrifikasi. Pada proses heterotrofik bakteri heterotrof mengubah ammonia langsung menjadi biomassa bakteri (Brune et al., 2003).
Terbentuknya flok secara sederhana dijelaskan sebagai berikut: Mikroorganisma seperti bakteri dengan daya lisis bahan organik memanfaatkan detritus sebagai makanan. Sel-selnya mensekresi lendir metabolit, biopolimer (polisakarida, peptida dan lipid) atau senyawa kombinasi dan terakumulasi di sekitar dinding sel detritus. Ikatan didinding sel bakteri menyebabkan munculnya flok bakterial. Polimer ekstraseluler yang dibentuk bakteri berfungsi sebagai jembatan penghubung (panjang dapat mencapai 50 µm). Dua senyawa biopolimer dengan gugus karboksil (COOH) pada bakteri berbeda membentuk ester dengan ion divalen (Ca, Mg). Ikatan-ikatan ini meningkatkan massa kumpulan partikel menjadikan inti kumpulan bersifat hidrofobik (takut air) dan tepinya bersifat hidrofilik (suka air) sehingga terjadi dewaterisasi (lebih sedikit air di dalam partikel). Karena ukuran diameter yang membesar maka flok mudah mengendap. Di samping itu, kandungan bahan organik, oksigen dan pH juga berpengaruh terhadap terbentuknya flok. Pembentukan bioflok berkualitas memerlukan perbandingan C:N:P sekitar 100:5:1. Oksigen terlarut di seluruh badan air sebaiknya > 4 ppm, jika terlalu rendah menyebabkan perkembangan bakteri filamen. Sedangkan pH yang rendah akan menghambat pembentukan bioflok karena mengurangi kandungan kation divalen dalam air untuk ikatan esterasi (de Schryver et al., 2008).
Bakteri yang mampu membenuk bioflok antara lain Zooglea ramigera, Escherichia intermedia, Paracolobacterium aerogenoids, Bacillus subtilis, Bacillus cereuss, dan Pseudomonas alcaligenes. Ciri khas dari bakteri pembentuk bioflok yaitu kemampuannya untuk mensintesa senyawa Polihidroksi alkanoat (PHA). Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. merupakan genera bakteri yang dapat memanfaatkan komponen karbon dan memiliki kemampuan untuk mengoksidasi substrat yang mengandung rantai C. Bakteri Bacillus sp. dapat menghasilkan enzim dengan kisaran yang luas dan paling efektif untuk merombak protein (Maharani, 2014).
Fungsi dan Kegunaan Bioflok dalam Perairan
Bioflok merupakan activated sludge yang berasal dari proses pengolahan biologis air limbah (biological wastewater treatment) yaitu pemanfaatan bakteri pembentuk flok untuk pengolahan limbah dengan meningkatkan C/N (Maharani, 2012). Bioflok dapat digunakan sebagai pakan alternativ dalam budidaya ikan. Bioflok mengandung nutrisi yang tinggi berupa protein bakteri yang dapat digunakan untuk pertumbuhan ikan budidaya. Di alam, bakteri memiliki ukuran yang sangat kecil yaitu 1 mikron sehingga tidak mampu dimanfaatkan oleh ikan maupun udang. Namun, bakteri dalam bentuk bioflok ukurannya dapat mencapai 500 mikron hingga 2 mm sehingga dapat digunakan sebagai pakan oleh ikan maupun udang (Manser, 2006).
Kemampuan bioflok dalam mengontrol konsentrasi amoniak dalam sistem akuakultur secara teoritis maupun aplikasi telah terbukti sangat tinggi. Secara teoritis Ebeling et al., (2006) dan Mara (2004) menyatakan bahwa immobilisasi amoniak oleh bakteri heterotrof 40 kali lebih cepat dibanding oleh bakteri nitrifikasi. Secara aplikasi bioflok yang ditumbuhkan dalam bioreaktor dapat mengkonversi N dengan konsentrasi 110 mg NH4/L hingga 98% dalam sehari.
Bioflok dapat terbentuk dari sisa pakan, metabolisme, dan feses dari kegiatan budidaya. Sisa pakan yang terbuang di perairan akan menghasilkan nitrogen anorganik. Nitrogen anorganik akan diubah oleh bakteri menjadi protein sel tunggal dengan menambahkan unsur karbon dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan. Bakteri heterotrofik merupakan sumber pakan yang baik bagi ikan. Bioflok memiliki potensi sebagai pakan alami larva ikan karena memiliki kandungan protein yang tinggi, asam lemak tak jenuh serta imunostimulan (Mc Graw, 2002).
Alat dan Bahan Dalam Pembuatan Bioflok
Alat yang digunakan antara lain toples, satu set aerasi, timbangan digital, spuit, corong panen, mikroskop, pipet tetes, dan cover glass. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu air, pelet, molase, tepung tapioka, gula pasir, tepung terigu, dan gula merah.
Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Masukkan air bersih sebanyak 5 liter ke dalam toples yang telah disediakan.
3. Memasang aerasi pada toples yang telah berisi air.
4. Masukkan pakan yang sudah dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2,5 gram ke dalam toples dan didiamkan selama 24 jam.
5. Masukkan air kolam budidaya sebanyak 100 ml .
6. Masukkan tambahan karbon (molase) sesuai dosis perlakuan ke dalam toples.
7. Tambahkan sumber karbon ke dalam toples dalam jumlah yang sama selama tiga hari berturut-turut.
8. Amati gumpalan yang terbentuk di bawah mikroskop setelah lima hari perlakuan.
9. Melakukan panen bioflok yang terbentuk dengan cara mengendapkan flok pada tabung kerucut.
10. Catat dan dokumentasikan flok yang terbentuk.
Berikut adalah pengaplikasian dalam pembuatan bioflok sebagai berikut:
0 Comments